Belakangan ini, beredar tas branded palsu dengan label campuran seperti “Coach-Fendi” yang terjual dengan harga sangat murah, bahkan hanya Rp50.000. Fenomena ini bukan hal baru di Indonesia, tapi mengapa barang palsu tetap laris dan mudah tertemui di pasaran?
Banyak konsumen ingin memiliki barang mewah tapi tidak mampu membeli produk asli yang harganya mencapai jutaan hingga puluhan juta rupiah. Barang palsu menawarkan alternatif dengan harga jauh lebih murah, meski kualitas jauh di bawah orisinil.
Meski sudah ada UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, penindakan terhadap penjualan barang palsu masih lemah. Razia kerap lakukan, tetapi pelaku usaha ilegal cepat bangkit lagi karena permintaan pasar tetap tinggi.
Dulu, barang palsu banyak dijual di pasar gelap seperti Mangga Dua atau Tanah Abang. Sekarang, mereka beralih ke e-commerce, media sosial (Instagram, Facebook, TikTok Shop), dan grup WhatsApp, membuat pengawasan semakin sulit.
Sebagian barang palsu terproduksi dalam negeri, sementara lainnya selundupkan dari China atau Vietnam. Modusnya sering melalui pelabuhan kecil untuk menghindari bea cukai.
Banyak pembeli tahu bahwa barang tersebut palsu, tetapi tetap membeli karena tergiur harga murah. Ada juga yang tidak peduli dengan hak kekayaan intelektual, asal produk terlihat “mirip” dengan merek aslinya.
Dampak Negatif Barang Palsu
- Merugikan merek asli karena kehilangan penjualan dan reputasi.
- Kualitas rendah bisa membahayakan konsumen (misalnya, tas palsu cepat rusak atau menggunakan bahan beracun).
- Mengurangi pendapatan negara karena transaksi ilegal tidak dikenai pajak.
- Mendorong praktik bisnis tidak etis seperti eksploitasi tenaga kerja murah.
Bagaimana Menghindari Barang Palsu?
- Beli dari Reseller Resmi – Pastikan toko atau marketplace terverifikasi.
- Periksa Harga – Jika terlalu murah, kemungkinan besar palsu.
- Cek Kualitas & Detail – Barang asli memiliki jahitan rapi, logo presisi, dan sertifikat keaslian.
- Laporkan ke Otoritas – Jika menemukan penjualan barang palsu, laporkan ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI).
Maraknya barang palsu seperti tas “Coach-Fendi” seharga Rp50.000 adalah cerminan dari tingginya permintaan, lemahnya penegakan hukum, dan kemudahan akses pasar online. Sebagai konsumen, bijaklah dalam berbelanja dan dukung produk orisinal untuk mendukung perekonomian yang sehat.
Apa pendapatmu? Pernahkah kamu tergiur membeli barang palsu karena harganya murah?